Menulis Berita = Menyampaikan Hadis?

Usai mengikuti acara Daurah bersama Syaikh Muhammad Mahmud al-Jamal dari Qatar pada Rabu, 21 Desember 2022, saya dikerubuti oleh anak-anak mahasantri Ma'had  Aly al-Asma. Saya selalu senang berada di antara mereka. Bukan karena mereka masih muda dan ganteng-ganteng, tapi karena semangat mereka membuat saya juga ikut bersemangat. Lupa akan usia yang sudah lewat dari setengah abad. Saya bisa mengobrol dan berdiskusi bebas dengan mereka tanpa ada rasa segan bahwa kami berbeda generasi. 

Sore itu mereka bertanya tentang cara kerja reporter dan tentang bagaimana caranya menulis berita. Bukan tanpa alasan mereka bertanya kepada saya tentang hal tersebut. Meski cuma tiga tahun, saya pernah menjadi reporter di Harian Ekonomi Bisnis Indonesia kemudian mengundurkan diri pada tahun 1998 karena ingin fokus menjadi ibu rumah tangga. Sudah lama memang. Tapi alhamdulillah saya masih ingat bagaimana menulis berita yang baik,

Sebelum bekerja di Bisnis Indonesia, saya belajar menjadi jurnalis selama dua semester pada Program Pendidikan Dasar Jurnalistik di Lembaga Pers Dr. Soetomo di Gedung Dewan Pers, Jakarta. Selama menjadi wartawan di Bisnis pun saya "disekolahkan" secara in house training

Oke, kembali kepada cerita di atas.

Judul tulisan ini tampaknya agak berlebihan, seolah-olah menyamakan berita dengan hadis. Namun tentu bukan itu yang saya maksud. Judul itu terinspirasi dari ucapan salah seorang santri setelah saya menjelaskan proses menulis berita. 

"Berarti menulis berita itu sama dengan menyampaikan hadis ya?" Begitu ucapnya spontan. 

Ya, kurang lebih sama. Dalam menulis berita, seorang jurnalis harus objektif, mengesampingkan pikiran, perasaan, dan pendapat pribadinya. Apa yang disampaikan kepada pembaca/pemirsa harus sesuai dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Harus jelas sumber beritanya, di mana dan kapan peristiwa itu terjadi, dan bagaimana isi beritanya. Apa yang disampaikan oleh narasumber harus ditulis persis tanpa ditambah atau dikurangi. Opini penulis tidak boleh masuk ke dalam berita. 

Saya memberikan contoh bagaimana menyampaikan berita tentang musibah. Misalnya seorang ibu yang kehilangan anaknya. Ketika proses wawancara berlangsung, mungkin ibu itu menangis. Namun seorang pewarta tidak boleh menuliskan bahwa ibu itu bersedih, karena kata "sedih" termasuk opini. Sampaikan saja kepada pembaca apa yang dilihatnya ketika itu, biarkan pembaca yang menyimpulkan sendiri. 

Misalnya, jelaskan bagaimana kondisi ibu itu ketika diwawancarai: "Ibu itu berbicara dengan terbata-bata, sambil tangannya sesekali menghapus air matanya yang terus bercucuran. Sedu sedan terdengar di antara ucapannya."

Dengan uraian tersebut mungkin pembaca berpikir bahwa si ibu sedang bersedih. 

Hal penting lain dalam menulis berita adalah "cover both sides." Secara sederhana cover both sides diartikan sebagai proses peliputan  berita atau informasi yang melibatkan dua sudut pandang berbeda atau berlawanan. Ini merupakan prinsip paling penting dalam menulis berita, di mana seorang wartawan harus bersikap netral dan menyampaikan berita dari dua atau beberapa pihak yang berbeda/berlawanan secara seimbang kepada pembaca/pemirsanya. 

Memang dalam kenyataannya kita masih melihat banyak berita yang tidak netral, tidak berimbang, dan lebih menunjukkan "selera" pewartanya, menggiring opini masyarakat pembaca/pemirsa ke arah yang diinginkannya. 

Di era digital saat ini, sering "kecepatan penyampaian informasi" lebih diutamakan ketimbang isi beritanya. Yang penting tulisan segera terbit agar tak keduluan sama kompetitor. Sering juga dibuat judul bombastis yang terkadang tidak sesuai dengan isi berita, hanya untuk meningkatkan kunjungan ke situsnya. 

Apa pun itu, jadilah pembaca dan pemirsa cerdas yang tidak mudah terprovokasi. Lakukan cek dan ricek terhadap berita yang diterima. 


#keepgoing #unstoppable #reachbeyond #reachyourdream

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman body rafting di Citumang Pangandaran: Seru dan Berkesan!

Memaafkan Diri Sendiri: Hadiah Terbaik untuk Hati

Pesona Pantai Pangandaran yang Tak Terlupakan